Faktor-Faktor Penyebab Fraud

Fraud adalah tindakan penipuan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau merugikan pihak lain. Fraud dapat terjadi di berbagai sektor, seperti keuangan, bisnis, pemerintahan, dan kehidupan sehari-hari. 

Untuk memahami mengapa fraud bisa terjadi, penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya.

Analisis Penyebab Fraud dengan Fraud Triangle Theory dan Hexagon Model

Dua model utama yang digunakan untuk menganalisis penyebab fraud adalah Fraud Triangle Theory dan Fraud Hexagon Model. Fraud Triangle Theory menjelaskan tiga elemen utama yang sering memicu seseorang melakukan fraud, yaitu tekanan, peluang atau kesempatan, dan rasionalisasi.

Di sisi lain, Fraud Hexagon Model yang dikembangkan oleh Georgios L. Vousinas menambahkan tiga elemen lain di luar tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi, yaitu kapabilitas, arogansi, dan kolusi. Keenam elemen ini saling berkaitan dan menciptakan kondisi yang meningkatkan risiko terjadinya fraud.

  1. Tekanan (Pressure)

    Tekanan adalah salah satu faktor utama yang mendorong seseorang untuk melakukan kecurangan. Tekanan ini bisa berasal dari masalah keuangan pribadi, seperti utang yang menumpuk, atau tuntutan pekerjaan yang tinggi. Tekanan yang datang dari target yang tidak realistis di tempat kerja juga bisa membuat seseorang merasa bahwa kecurangan adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan posisinya.

  2. Kapabilitas (Capability)

    Kapabilitas mengacu pada peluang atau kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melakukan fraud, biasanya terkait dengan posisi atau wewenang.

    Misalnya, seorang manajer dengan akses ke kas perusahaan memiliki kesempatan lebih besar untuk menyalahgunakan dana. Kapabilitas juga bisa berkaitan dengan pengetahuan atau keterampilan yang memungkinkan seseorang menutupi jejak kecurangan tanpa terdeteksi.

  3. Kesempatan (Opportunity)

    Kesempatan adalah kondisi yang memungkinkan seseorang melakukan fraud.

    Ya, jika terdapat kelemahan dalam pengendalian internal perusahaan dan pengawasan yang kurang ketat, hal ini dapat mendorong individu untuk melakukan kecurangan. Celah tersebut berpotensi menimbulkan dampak yang merugikan bagi perusahaan, di mana kelemahan dalam sistem pengendalian internal dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

  4. Rasionalisasi (Rationalization)

    Rasionalisasi adalah proses psikologis di mana pelaku fraud mencari alasan atau pembenaran atas tindakan mereka. Mereka mungkin merasa bahwa tindakan mereka bukanlah hal yang salah atau bahkan layak dilakukan. Misalnya, seseorang yang merasa tidak dihargai oleh perusahaan mungkin membenarkan tindakannya karena merasa berhak atas kompensasi tambahan.

  5. Arogansi (Arrogance)

    Arogansi muncul ketika seseorang merasa bahwa aturan tidak berlaku untuk mereka. Individu dengan sikap arogan cenderung mengabaikan pengendalian internal atau kebijakan perusahaan. Mereka sering merasa kebal terhadap konsekuensi dan bertindak seolah-olah posisi atau pengaruh mereka memberi izin untuk melakukan apa pun.

  6. Kolusi (Collusion)

    Kolusi terjadi ketika dua orang atau lebih bekerja sama untuk melakukan kecurangan. Misalnya, dua karyawan bisa bersekongkol untuk mengalihkan uang perusahaan ke rekening pribadi mereka atau menyembunyikan transaksi mencurigakan. Kolusi sulit dideteksi karena melibatkan lebih dari satu orang yang saling melindungi.

Cegah Fraud di Perusahaan!

Dengan memahami faktor-faktor tersebut, perusahaan dapat lebih proaktif dalam mengidentifikasi dan mencegah fraud. Pencegahan kecurangan memerlukan kolaborasi antara manajemen, karyawan, dan sistem pengendalian internal yang solid. Ketika semua pihak terlibat, risiko fraud dapat diminimalisir, menciptakan lingkungan kerja yang aman dan transparan.

Intinya, kalau Anda menemukan pelanggaran fraud di lingkungan perusahaan, jangan lupa untuk melaporkannya ke pihak manajemen ya!